Sabtu, 07 November 2020

ARTIKEL PTK

MENINGKATKAN KEBERANIAN BERTANYA DAN MENJAWAB DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DENGAN METODE ROLE PLAYING PADA MATERI MERINDUKAN KESELAMATAN DI KELAS VII SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2020/2021 SMPN 2 SEKADAU HULU

Dunita Silalahi

SMP Negeri 2 Sekadau Hulu

email : dunitasmpn2skdhulu@gmail.com

 Abstrak

Meningkatkan keberanian bertanya dan menjawab dalam Pendidikan Agama Kristen dengan metode role playing pada materi merindukan keselamatan di kelas VII SMPN 2 Sekadau Hulu, dilakukan setelah didapati bahwa keberanian siswa bertanya hanya 9,09 % dan menjawab 18,1%. Kegiatan pembelajaran juga masih monoton dan kurang menyenangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan metode role playing dapat meningkatkan keberanian bertanya dan menjawab dalam Pendidikan Agama Kristen pada materi merindukan keselamatan di kelas VII SMPN 2 Sekadau Hulu. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam 2 siklus dengan subjek penelitian yaitu siswa kelas VII SMPN 2 Sekadau Hulu yang berjumlah 11 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi langsung dalam pembelajaran dengan alat pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan panduan angket. Data tersebut dianalis dan direfleksikan. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keberanian siswa bertanya dan menjawab. Pada siklus 1 keberanian siswa bertanya dan menjawab 45,4 % dan mengalami peningkatan pada siklus 2 dengan keberanian siswa bertanya 90,9 % dan menjawab 72,7 %. Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar juga meningkat dan suasana pembelajaran semakin menyenangkan. Hal ini dapat terlihat dari hasil survei angket pada siklus pertama 72,7 % siswa menjawab sangat setuju bahwa pembelajaran dengan metode role playing sangat menarik dan menyenangkan dan pada siklus kedua mengalami peningkatan menjadi 81,8 %.

Kata Kunci:  Role Playing, Meningkatkan Keberanian Bertanya dan Menjawab.

Abstract

Efforts to improve the courage to ask and answer in Christian Religious Education with methods play a role in class VII SMPN 2 Sekadau Hulu, performed after it was found that courage is only 9.09 % of students asked and answered 18.1%. Learning activities are still monotonous and less fun. This study aims to determine whether the application of the method can improve the courage to play the role of students to ask and answer in learning Christianity in class VII SMPN 2 Sekadau Hulu. Class Action Research (PTK) conducted in two cycles with research subjects are students of class VII SMPN 2 Sekadau Hulu a total of 11 people. Data collection techniques used are direct observation in learning the tools of data collection using observation sheet and questionnaire guide. The data is analyzed and reflected. The results showed an increase of courage students to ask and answer. In cycle 1 students ask and answer courage 45.4% and an increase in cycle 2 with courage the students ask 90.9%  and answer 72.7%. Aktivity of students in learning activities has also increased and more enjoyable learning atmosphere. It can be seen from the results of a questionnaire survey on the first cycle students 72.7% answered strongly agree that learning the methods of playing the role of a very interesting and fun, and in the second cycle increased to 81.8%.  

 Keywords: Role Playing, Improved Courage to Ask and Answer.            

  

Pendahuluan

Pembelajaran agama diharapkan mampu menambah wawasan keagamaan, mengasah keterampilan beragama dan mewujudkan sikap beragama peserta didik yang utuh dan berimbang yang mencakup hubungan manusia dengan Penciptanya, sesama manusia dan manusia dengan lingkungannya. Untuk itu, pendidikan agama perlu diberi penekanan khusus terkait dengan penanaman karakter dalam pembentukan budi pekerti yang luhur. Karakter yang ingin kita tanamkan antara lain: keberanian, kejujuran, kedisiplinan, cinta kebersihan, kasih sayang, semangat berbagi, optimisme, cinta tanah air, kepenasaran intelektual, dan kreativitas.

Menurut Sidjabat ( 2008:3) pengajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK) yang diberikan disekolah tidak banyak menekankan ajaran mengenai dogma. Tetapi fokusnya adalah pengajaran nilai hidup, cara menyatakan iman dalam aktivitas keseharian. Anak yang mempelajari agama Kristen tidak cukup hanya mengetahui apa yang dipelajari tetapi harus bertumbuh dalam kompetensi (kemampuan) lainnya termasuk memiliki sikap hidup positif, terampil, berani dan bertumbuh dalam nilai -nilai hidup kemandirian. Menurut Arden N. Frandsen (Suryabrata,  2002:230) bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas dan adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju. Itulah sebabnya keberanian untuk bertanya dan menjawab pertanyaan menjadi suatu hal yang sangat penting agar siswa mengalami pengalaman belajar untuk selalu ingin tahu dan ingin maju.

            Keberanian bertanya dan menjawab di kelas VII SMPN 2 Sekadau Hulu belum menunjukkan perkembangan. Dari 11 (sebelas ) jumlah siswa yang terdiri dari 8 (delapan) orang perempuan dan 3 (tiga) orang laki, hanya 1 (satu) orang siswa yang pernah mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran sedangkan siswa lainnya memilih untuk diam meskipun belum memahami materi pelajaran, dan hanya 2 (dua) orang siswa yang mau menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Dari observasi awal, siswa tidak mau bertanya dan menjawab pertanyaan karena malu, takut ditertawain temannya dan juga faktor kebahasaan. Selain itu konsep yang ditawarkan dalam proses belajar mengajar masih tradisional sehingga suasana pembelajaran monoton dan tidak menyenangkan, hal ini berdampak pada motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran.

      Atas dasar itulah penulis mengembangkan metode role play dalam pembelajaran di kelas. Bermain peran disini diskenariokan, dikemas sedemikian rupa secara baik dan terencana. Dengan metode bermain peran dalam pembelajaran pendidikan agama Kristen ini diharapkan siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar,  terutama dalam aspek keberanian sebagai bekal dalam berkomunikasi secara lisan. Salah satu penekanan penting pada metode bermain peran adalah keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Bertolak dari permasalahan diatas, maka tujuan yang diharapkan dari  penelitian ini adalah meningkatkan keberanian siswa untuk bertanya dan menjawab dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK) di kelas VII SMPN 2 Sekadau Hulu dengan menggunakan metode role playing.

           

KAJIAN PUSTAKA

 

Keberanian

            Secara psikologis keberanian itu sendiri dapat tumbuh dalam diri seseorang pada saat ia mendapatkan rasa aman, bebas dari rasa kekuatiran. Menurut Abraham Maslow (Suryabrata, 2002) rasa aman merupakan kebutuhan penting dalam hidup manusia. Jika seseorang merasa aman dan diterima dalam lingkungan atau komunitas belajar maka keberanian itu akan muncul dengan sendirinya dalam diri orang tersebut. Menurut Gunarsa, (1999:12-13) masalah tidak percaya diri/tidak berani dapat menjadi suatu penghalang bagi remaja (siswa SMP) untuk mengaktualisasi dirinya. Pada umumnya remaja akan mengalami kesulitan pada masalah tidak percaya diri ini selama masa sekolah lanjutan pertama. Merasa fisiknya kurang menarik, tidak memiliki kemampuan sebanyak orang lain sehingga ia menjadi takut untuk mencoba berinteraksi dalam kelas baik itu untuk bertanya dan menjawab selama proses pembelajaran.  Rasa takut, rasa tak aman, rasa kurang percaya kemampuan dan rasa kuatir akan kegagalan membuat seseorang tidak berani mengambil resiko untuk melakukan sesuatu (Nasution, 2003).

            Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keberanian adalah rasa percaya diri dalam yang tumbuh dalam diri seseorang yang dapat membantu dalam menghadapi berbagai kesulitan. Seseorang yang berani/percaya diri tidak akan takut untuk mencoba melakukan sesuatu yang baru, tidak malu jika gagal dan selalu ingin tahu dan ingin maju. Keberanian ini menjadi sangat penting dalam proses belajar mengajar karena jika seseorang tidak berani maka akan banyak kesempatan-kesempatan belajar yang bermanfaat yang akan terlewatkan dengan sia-sia.

Bertanya dan Menjawab

        Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bertanya  diartikan sebagai meminta keterangan/ penjelasan atau meminta supaya diberitahu tentang sesuatu yang belum diketahui secara benar dan mendalam (KBBI, 1995:1628). Seseorang yang mengajukan pertanyaan adalah orang yang memiliki rasa ingin tahu tentang sesuatu yang ia yakini bahwa ia membutuhkan informasi tersebut. Sedangkan menjawab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai memberi jawaban atau memberi tanggapan atas suatu pertanyaan atau kritik (KBBI, 1995:622). Bertanya  dan menjawab merupakan salah satu indikator untuk mengamati apakah siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar.                     Menurut Arikunto (2005) bahwa untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran, maka aktivitas siswa perlu ditingkatkan yaitu dengan cara meningkatkan jumlah peserta didik yang terlibat aktif untuk bertanya dan menjawab dan saling berinteraksi membahas materi pembelajaran. Kegiatan bertanya dan menjawab memiliki kelebihan yaitu mempererat hubungan keilmuan antara guru dan siswa dan melatih anak-anak mengeluarkan pendapatnya secara merdeka, sehingga pembelajaran lebih menarik, menghilangkan verbalisme, individualisme, dan intelektualisme (Fadli, 2011: 6). Menurut Akhmadsudrajat (2011: 6) kegiatan bertanya dan menjawab dalam pembelajaran dapat menumbuhkan minat dan rasa ingin tahu siswa, merangsang siswa untuk saling belajar, menjalin komunikasi dengan seluruh kelas untuk menghidupkan interaksi dan proses belajar mengajar. 

        Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa bertanya dan menjawab merupakan kegiatan yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran semakin menarik dan rasa ingin tahu siswa dapat bertumbuh dan berkembang.

Agama Kristen

            Pembelajaran agama Kristen adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan kontinyu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungannya (Redaksi PAK, 2000). Dengan demikian, setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran agama Kristen memiliki keterpanggilan untuk mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas. Hal senada juga di ungkapkan oleh Homrighausen (2004:20)  bahwa pelajaran agama Kristen di sekolah memberikan pembekalan bagi siswa untuk mengenal Tuhan dan karya agung yang telah Dia lakukan bagi dunia dan isinya. Menurut Sidjabat ( 2008:3) pengajaran agama Kristen (PAK) yang diberikan disekolah difokuskan kepada pengajaran nilai hidup dan cara menyatakan iman dalam aktivitas keseharian. Anak yang mempelajari agama Kristen tidak cukup hanya mengetahui apa yang dipelajari tetapi harus bertumbuh dalam kompetensi (kemampuan) lainnya termasuk memiliki sikap hidup positif, terampil, berani dan bertumbuh dalam nilai -nilai hidup kemandirian.

            Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa agama Kristen adalah suatu pengajaran yang diberikan di sekolah agar siswa mengenal Tuhan dan karya yang Dia lakukan dalam hidup manusia sehingga siswa dapat bertumbuh dalam iman dan menyatakan imannya tersebut dalam kesehariannya.

Materi Manusia Merindukan Keselamatan

Cakupan materi makna merindukan keselamatan (Kelompok Kerja PAK PGI, 2009) adalah:

Manusia merindukan keselamatan:

              1.    Pertobatan Anak yang hilang (Lukas 15:11-32)

Tokoh-tokoh yang berperan dalam kisah anak yang hilang adalah:

-       Seorang bapak yang memiliki 2 orang anak

-       Anak yang sulung

-       Anak bungsu

-       Teman-teman anak bungsu

-       Majikan

              2.    Karunia Allah menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus (Lukas 22:1-71; 23:1-49)

Tokoh-tokoh yang berperan dalam peristiwa penyaliban Yesus:

-          Yesus

-         Yudas Iskariot

-         Murid-murid Yesus

-         Prajurit-prajurit

Metode Role Playing

          1.    Pengertian Metode Role Playing

     Metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati (Depdikbud, 2016). Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, tergantung pada apa yang diperankan. Titik tekanan metode role playing terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab bersama teman-temannya pada situasi tertentu.

       Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang belajar, sebagaimana dikemukakan Mohammad Nazir (1983:21)  yang menyatakan metode role playing ini mempunyai nilai tambah, yaitu : (1) Dapat dijamin jika seluruh siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerja sama hingga berhasil,  (2) Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Hal inilah yang menjadi dasar dalam role playing, yang menyatakan bahwa anak-anak dapat belajar dengan baik jika pelajaran tersebut  menyenangkan. Dengan menerapkan metode role playing akan terjadi suasana yang mengembirakan  bagi siswa selama mereka belajar.    

           Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa metode role playing adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bermain peran baik sebagai tokoh hidup atau benda mati sehingga semua siswa dapat terlibat dalam pembelajaran dan aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab)


          2.    Langkah- langkah Metode Role Playing

Langkah-langkah metode role playing menurut Sahrudin Sriudin (2012:2) sebagai berikut:

1.      Guru menyiapkan/menyusun skenario yang akan ditampilkan.

2.      Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu

       beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.

3.       Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya lima orang.

4.       Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.

5.  Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.

6.  Masing-masing siswa berada dikelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.

7.       Siswa bertanya jawab tentang apa yang telah dilakonkan oleh masing-masing kelompok.

8.       Setelah selesai tanya jawab masing-masing kelompok diberikan lembar kerja siswa (LKS).

9.       Setiap kelompok mengerjakan LKS dengan berdiskusi.

10.    Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kerjanya.

11.    Guru memberikan kesimpulan secara umum.

12.    Evaluasi.

13.    Penutup.

          3.    Keunggulan Metode Role Playing

     Menurut Sahrudin Sriudin (2012:2) ada beberapa keunggulan dengan menggunakan metode role playing yaitu:

1.       Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa    sehingga meningkatkan motivasi belajar siswa.

2.   Sangat menarik bagi siswa sehingga menungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.

3.       Membangkitakan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan.

4.       Siswa dapat langsung untuk memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar.

5.       Mengembangkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain.

6.   Meningkatkan rasa percaya siswa karena setiap siswa termasuk yang pemalu dilibatkan dalam setiap kegiatan di kelas.

 

METODE PENELITIAN 

Metode yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah bermain peran. Metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati (Depdikbud, 1994). Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, tergantung pada apa yang diperankan. Pada metode role pyaing, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang belajar, sebagaimana dikemukakan Mohammad Nazir (1983:21)  yang menyatakan metode bermain peran ini mempunyai nilai tambah, yaitu : Dapat dijamin jika seluruh siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerja sama hingga berhasil, dan juga permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Hal inilah yang menjadi dasar dalam role playing, yang menyatakan bahwa anak-anak dapat belajar dengan baik jika pada pelajaran tersebut menyenangkan. Dengan menerapkan metode role playing akan terjadi suasana yang mengembirakan  bagi siswa selama mereka belajar.

            Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini, indikator dari keberanian siswa bertanya dan menjawab dapat dilihat dari; (a) mayoritas siswa mengajukan pertanyaan kepada guru ataupun kepada sesama siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran; (b) mayoritas siswa menjawab atau memberi tanggapan atas pertanyaan guru ataupun temannya. Langkah-langkah metode role playing menurut Sahrudin Sriudin (2012:2) sebagai berikut: (1) Guru menyiapkan/menyusun skenario yang akan ditampilkan; (2) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar; (3) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya lima orang; (4) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai;(5) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan; (6) Masing-masing siswa berada dikelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan; (7) Setelah selesai ditampilkan masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok; (8) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya; (9) Guru memberikan kesimpulan secara umum; (11) Evaluasi; (12) Penutup.

        Menurut Sahrudin Sriudin (2012:2) ada beberapa keunggulan dengan menggunakan metode bermain peran yaitu: (1) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa sehingga meningkatkan motivasi belajar siswa; (2) Sangat menarik bagi siswa sehingga menungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias; (3) Membangkitakan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan; (4) Siswa dapat langsung untuk memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar; (5) Mengembangkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain; (6) Meningkatkan rasa percaya siswa karena setiap siswa termasuk yang pemalu dilibatkan dalam setiap kegiatan di kelas.

            Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Maret 2020, pada semester ke satu tahun pelajaran 2020/2021 dengan  dua siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 2 Sekadau Hulu yang terdiri dari 11 orang siswa dengan komposisi perempuan 8 orang dan laki-laki 3 orang.Teknik pengumpulan data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini yaitu observasi langsung, dalam hal ini dipergunakan sebagai  teknik untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa dalam keberaniannya untuk bertanya dan menjawab selama proses belajar mengajar dan implementasi metode role playing dan juga diskusi antara guru kolaborator untuk merefleksi hasil siklus Penelitian Tindakan Kelas.

            Sedangkan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah: (a) Observasi: menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat keberanian siswa bertanya dan menjawab dalam proses pembelajaran dan lembar observasi proses pembelajaran oleh guru; (b) Dokumentasi : pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari data yang telah ada. Alat yang digunakan adalah kumpulan data dan foto; (c) Angket: menggunakan panduan angket untuk mengetahui pendapat dan sikap siswa tentang pembelajaran dengan metode role playing.

            Sebagai tolok ukur keberhasilan bagi siswa yaitu keberanian bertanya dan menjawab dalam proses belajar mengajar meningkat dari sebelumnya. Guru memotivasi dan mencatat perkembangan siswa ke dalam data Penelitian Tindakan Kelas  (PTK). Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanan Penelitian Tindakan Kelas yang telah dilakukan, maka peneliti menetapkan indikator kinerja sebagai berikut: (1) Adanya kesesuaian antara urutan penyajian materi dengan perencanaan pembelajaran dengan penerapan metode role playing; (2) Adanya perubahan yang terlihat dari kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode role playing; (3) Adanya perubahan sikap siswa mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Kristen yaitu semakin aktif dan antusias dalam setiap siklus; (4) Adanya perubahan jumlah siswa yang mau bertanya dan menjawab dalam setiap proses belajar mengajar yaitu pada siklus pertama  ³ 50% siswa bertanya dan ³  55 % siswa menjawab dan pada siklus kedua  ³ 65 % siswa bertanya dan ³ 70 % siswa menjawab.

        Data yang dikumpulkan dari kegiatan penelitian ini dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran. Data yang dianalisis yaitu menganalisa keaktivan siswa untuk bertanya dan menjawab, kemudian dikategorikan dalam klasifikasi tinggi, sedang dan rendah; menganalisis tingkat keberhasilan implementasi tindakan dalam pembelajaran dengan metode role playing yang dikategorikan dalam klasifikasi berhasil, kurang berhasil dan tidak berhasil. Data yang diperoleh dari hasil observasi dianalisis pada setiap siklus dan dijadikan sebagai bahan refleksi.

                Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini melalui dua siklus. Menurut Suharsimi Arikunto, dkk (2009:16) secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan, dan refleksi tindakan.

  

Hasil dan Pembahasan

             Dari hasil pengamatan pelaksanaan siklus 1 terhadap proses pembelajaran dengan metode role playing, peneliti mengamati adanya perubahan-perubahan pada siswa. Suasana kelas menjadi lebih hidup, akrab dan menyenangkan. Pada waktu tampil memerankan skenario di depan kelas siswa menjadi lebih berani meskipun masih ada yang malu-malu dan juga siswa lebih bersemangat berdiskusi dengan teman kelompoknya. Meskipun belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan peneliti, tetapi sebagian siswa sudah ada yang berani bertanya dan menjawab ketika diberikan kesempatan untuk hal itu. Dimana sebelum adanya pelaksanaan tindakan  pada siklus pertama keberanian siswa untuk bertanya hanya 9,0 % dan menjawab 18,1% tetapi setelah pelaksanan siklus 1 keberanian siswa bertanya dan menjawab meningkat dengan jumlah orang yang bertanya  5 orang atau 45,4 %  dan  jumlah yang menjawab juga 5 orang atau 45,5%.     

Berdasarkan survei angket setelah pelaksanaan siklus 1, terlihat bahwa 45,5 % siswa menjawab sangat setuju dan 54,5 % siswa menjawab setuju jika pembelajaran agama Kristen dengan metode role playing membuat mereka menjadi lebih berani untuk bertanya dan menjawab. Artinya dengan metode role playing ini ada peran ini ada perubahan yang terjadi dalam pribadi siswa.

             Dari hasil angket tersebut, dapat diketahui bahwa siswa mempunyai tanggapan dan kesan positif terhadap kegiatan belajaran mengajar dengan metode role playing. Kesan siswa sangat baik yaitu pembelajaran dengan metode role playing sangat menyenangkan, menumbuhkan keceriaan dan keakraban, sehingga lebih mudah berinteraksi dalam kelas, lebih berani bertanya jawab dan juga lebih mudah memahami pelajaran. Jadi dapat disebutkan bahwa metode role playing dalam pembelajaran agama Kristen untuk meningkatkan keberanian siswa bertanya dan menjawab pada siklus pertama cukup berhasil. Untuk pengamatan keterampilan siswa didapati bahwa keberanian siswa untuk bertanya  jawab dengan kelompok lain sudah mulai berkembang dengan skor perolehan untuk kelompok 1 memperoleh skor 11 atau 73,3 % dan kelompok 2 dengan skor 10 atau 66,6 %. Memang pada siklus 1 ini kualitas pertanyaan siswa belum terlalu baik, dan bahasanya juga belum  teratur dengan baik, tetapi adanya keberanian untuk bertanya dan menjawab sudah merupakan suatu perubahan yang baik.

            Dari hasil pengamatan secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa keberanian siswa untuk bertanya dan menjawab pada siklus pertama ini tergolong sedang (cukup berhasil), karena belum memenuhi target peneliti. Belum tercapainya indikator keberhasilan yang telah ditetapkan peneliti pada siklus 1 ini menjadi bahan refleksi peneliti untuk melaksanakan siklus 2. Beberapa kendala yang dihadapi pada siklus 1 ini antara lain; guru belum terbiasa menciptakan suasana pembelajaran dengan metode kelompok bermain, sebagian siswa juga belum terbiasa dengan metode kelompok bermain, siswa masih malu-malu untuk bertanya dan menjawab, dan juga pada saat siswa itu sudah mengangkat tangan untuk bertanya siswa tersebut nampak malu-malu untuk bersuara. Untuk memperbaiki kelemahan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai pada siklus 1, maka peneliti merencanakan siklus 2 dengan melakukan perbaikan perbaikan antara lain guru guru memberikan waktu latihan yang cukup untuk siswa mempelajari tokoh yang akan mereka perankan, guru memberikan pengarahan yang jelas sebelum pembelajaran dan selama proses pembelajaran dan guru memberikan motivasi kepada siswa untuk berani bertanya dan menjawab dengan memberikan pujian.

            Hasil observasi pada siklus 2 ini menunjukkan siswa sudah lebih aktif dan berani bertanya dan menjawab.  Kelompok pertama yang diberikan kesempatan untuk bertanya tampak masih ada yang malu-malu atau ragu untuk bertanya. Tetapi setelah peneliti memberikan pengarahan dan motivasi, akhirnya siswa tersebut mau juga bertanya. Sedangkan kelompok kedua yang diberi kesempatan untuk bertanya, tampak lebih aktif. Hal ini terlihat dari semua anggota kelompoknya sudah lebih berani bertanya dan menjawab. Dari pengamatan secara keseluruhan didapati bahwa dari sebelas siswa hanya satu orang yang belum berani bertanya tetapi ada dua orang siswa  yang dua kali mengajukan pertanyaan. Sedangkan untuk menjawab, dari sebelas orang siswa ada delapan orang yang berani menjawab,  dua orang siswa  dua kali menjawab dan satu orang siswa tiga kali menjawab. Persentase keberanian siswa bertanya dan menjawab pada siklus 2 ini yaitu 90,9 % sedangkan untuk menjawab 72,7%. Peningkatan ini dapat terjadi karena peneliti merefleksi kelemahan pada siklus pertama dan hal itu menjadi dasar perencanaan pada siklus kedua. Selain itu siswa juga sudah lebih memahami metode bermain peran, berlatih dengan waktu yang yang cukup, semakin percaya diri dan adanya pengarahan atau motivasi yang guru berikan selama proses pembelajaran berlangsung. Jadi dapat dikatakan bahwa keberanian siswa untuk bertanya dan menjawab pada siklus kedua ini tinggi. 

            Berdasarkan hasil angket pada proses pembelajaran pada siklus 2, terlihat bahwa 63,6 % siswa menjawab sangat setuju dan 36,3% siswa menjawab setuju jika pembelajaran agama Kristen dengan metode role playing membuat mereka menjadi lebih berani untuk bertanya dan menjawab. Artinya dengan metode role playing ini ada peran ini ada perubahan yang terjadi dalam pribadi siswa. Dan juga 72,7 % siswa menjawab sangat setuju dan 27,2 % setuju jika pembelajaran dengan menggunakan metode role playing membuat mereka lebih bersemangat mengikuti pelajaran agama Kristen.

            Dari hasil angket tersebut, dapat diketahui bahwa siswa mempunyai tanggapan dan kesan yang semakin positif terhadap kegiatan belajaran mengajar dengan metode role playing. Kesan siswa sangat baik yaitu pembelajaran dengan metode role playing sangat menyenangkan, menumbuhkan keceriaan dan keakraban, sehingga lebih mudah berinteraksi dalam kelas, lebih berani bertanya jawab dan juga lebih mudah memahami pelajaran.Untuk pengamatan keterampilan siswa dalam bermain peran didapati keberanian siswa untuk bertanya  jawab dengan kelompok lain semakin berkembang dengan skor perolehan untuk kelompok 1 memperoleh skor 12 atau 80 % dan kelompok 2 dengan skor 13 atau 86,6 %. 

            Berdasarkan hasil temuan penelitian pada siklus 1 dan 2 yang dilaksanakan pada minggu ketiga dan keempat bulan Januari 2020, maka dibuat rekapitulasinya seperti tabel  berikut:

Tabel 1

Rekapitulasi Keaktifan Siswa Bertanya Dan Menjawab

No   Aspek Yang Diamati

 

Ketercapaian Menurut Siklus

 

I                                       II

 Jumlah

   %                  Jumlah           %

1.     Keberanian bertanya             5                   45,4                    10              90,9

2.    Keberanian menjawab          5                   45,4                     8               72,7

       Rata-rata                             5                   45,4                     9               81,8

            Data keaktifan siswa bertanya dan menjawab diperoleh dari hasil observasi lembar pengamatan yang diisi oleh observer dengan mengamati jumlah siswa yang bertanya dan menjawab selama proses pembelajaran pada setiap siklusnya kemudian dihitung persentasenya. Keaktifan siswa bertanya dan menjawab mengalami peningkatan pada setiap siklusnya dimana pada siklus pertama jumlah siswa yang bertanya 5 orang  atau 45,4 % dan pada siklus kedua jumlahnya meningkat dengan jumlah siswa yang bertanya 10 orang atau 90,9 %. Sedangkan untuk menjawab pada siklus pertama jumlah siswa yang menjawab 5 orang atau 45,4 % pada siklus kedua meningkat menjadi 8 orang atau 72,7 % . Dari hasil pengamatan secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa metode role playing dalam Pendidikan Agama Kristen untuk meningkatkan keberanian siswa untuk bertanya dan menjawab pada siklus pertama ini tergolong sedang, karena belum mencapai target peneliti dan pada siklus kedua tergolong tinggi. Hal ini dapat tercapai karena setelah siklus kedua dilaksanakan, perubahan yang terjadi pada siswa semakin besar dibandingkan dengan pada siklus pertama. Peningkatan ini dapat terjadi karena peneliti merefleksi kelemahan pada siklus pertama dan hal itu menjadi dasar perencanaan pada siklus kedua. Peningkatan ini dapat terjadi karena siswa sudah lebih memahami metode bermain peran, latihan yang cukup, semakin percaya diri dan adanya pengarahan atau motivasi yang diberikan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Pada siklus kedua ini juga ada beberapa siswa yang sangat berani untuk bertanya, tidak ragu-ragu atau malu-malu lagi seperti pada siklus pertama. Bahkan ada dua orang siswa yang bertanya sampai dua kali dan ada satu orang siswa yang menjawab pertanyaan dari kelompok sampai tiga kali.

Tabel 2

Rekapitulasi Hasil Angket Siswa Dalam Proses Pembelajaran

No         Instrumen

Ketercapaian menurut siklus

          I                                    II                                                  

         %                                     %

SS      S      TS    STS       SS      S    TS   STS

1.       Pembelajaran agama Kristen                                 

dengan metode bermain peran

yang baru saya ikuti sangat

menarik dan menyenangkan                                      72,7   27,7                        81,8   18,1

2.       Pembelajaran dengan

menggunakan metode bermain

peran membuat saya lebih

berani bertanya dan menjawab

terhadap  teman dan guru                                           45,4    54,5                      63,6    36,3

3.       Pembelajaran dengan

menggunakan metode

bermain peran membuat saya

lebih bersemangat mengikuti

pelajaran agama Kristen                                              54,5    45,4                       72,7     27,2

4.       Pembelajaran seperti ini

membuat saya lebih percaya

diri dalam berdiskusi                                                   36,3     64                          63,6    36,3

5.       Metode bermain peran

membuat saya lebih sulit

mengekspresikan diri dengan

peran yang saya senangi                                                                   73     27,7                          63,6   36,3

6.       Pembelajaran dengan metode

bermain peran membuat saya

lebih berani mengutarakan

pendapat dalam diskusi karena

dimulai dengan pemilihan

peran yang saya senangi                                             18,1   81,8                        36,3    63,6   

7.       Pembelajaran dengan metode

bermain peran membuat saya

lebih nyaman berinteraksi

dengan teman selama

mengikuti proses pembelajaran                                  45,4    54,5                      54,5  45,4

8.       Metode bermain peran dalam

pembelajaran agama Kristen

tidak menarik karena sangat

sulit dilakukan                                                                                 45,5  54,5                          64     36,3     

9.       Pembelajaran dengan metode

bermain peran membuat saya

lebih mudah menuangkan

ide-ide kreatif untuk

memerankan diri berdasarkan

peran pilihan saya                                                      45,5     54,5                      54,5    45,4              

10.    Pembelajaran dengan metode

bermain peran membuat saya

lebih mudah memahami

pelajaran yang diajarkan                                           18,1    81,8                        36,3   63,6    

Rata-rata                                                                  41,9   58,0   59,2  41,1      57,9   41,9  63,8  36,3

                                           
            Dari hasil angket tersebut, dapat diketahui bahwa siswa mempunyai tanggapan dan kesan positif terhadap kegiatan belajaran mengajar dengan metode role playing. Kesan siswa sangat baik yaitu pembelajaran dengan metode role playing sangat menyenangkan, menumbuhkan keceriaan dan keakraban, sehingga lebih mudah berinteraksi dalam kelas, lebih berani bertanya jawab dan juga lebih mudah memahami pelajaran. Hal ini terlihat dari siklus 1 ada 45,5 % siswa menjawab sangat setuju dan 54,5 % siswa menjawab setuju  dan pada siklus 2 ada 63,6 % siswa menjawab sangat setuju dan 36,3%  siswa menjawab setuju jika pembelajaran agama Kristen dengan metode role playing membuat mereka menjadi lebih berani untuk bertanya dan menjawab.  Artinya dengan metode role playing ini ada peran ini ada perubahan yang terjadi dalam pribadi siswa. Dan juga pada siklus 1 ada  54,5 % sangat setuju dan 45,5 % setuju serta pada siklus 2 ada 72,7 %  siswa menjawab sangat setuju dan 27,2 % setuju jika pembelajaran dengan menggunakan metode role playing peran membuat mereka lebih bersemangat mengikuti pelajaran agama Kristen.
            Jadi dapat disebutkan bahwa metode role playing dalam Pendidikan Agama Kristen untuk meningkatkan keberanian siswa bertanya dan menjawab pada siklus pertama dikategorikan cukup berhasil dan pada siklus kedua dikategorikan berhasil.

Tabel 3

Rekapitulasi Perolehan Skor Keterampilan Siswa

No   Keterampilan                       Skor

                                                     Ideal

 

 

   Ketercapaian menurut siklus

          I                                 II

         %                                %

  Kel 1          Kel 2        Kel 1     Kel 2

1.    Persiapan bermain peran

di depan kelas                         10                                                           70                60           80           80

2.   Memerankan skenario

di depan kelas                          20                                                          65                70           75           80

            3. Bertanya jawab                        15                                                          73,3             66,6        80           86,6

            4. Berdiskusi                                15                                                          67               73,3         80           80

            Rata-rata                                     15                                                          68               67,4        78,7        81,6

            Data ini diperoleh dari lembar observasi keterampilan siswa yang diisi oleh observer dengan panduan penskoran yang kemudian dihitung dalam persen. Berdasarkan data di atas dapat disebutkan bahwa keberanian siswa untuk bertanya  jawab dengan kelompok lain sudah mulai berkembang yaitu pada siklus pertama kelompok 1 memperoleh 73,3 % dan kelompok 2 memperoleh 66,6 %  dan pada siklus kedua kelompok 1 memperoleh 80 % dan kelompok 2 memperoleh 86,6 %

Kesimpulan

          Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa metode role playing dapat meningkatkan keberanian bertanya dan menjawab pada  pembelajaran agama Kristen di kelas VII SMP Negeri 2 Sekadau Hulu. Pada siklus 1 peningkatan persentase keberanian siswa bertanya dan menjawab masih rendah yaitu 45,4 %  sehingga belum mencapai target peneliti. Tetapi setelah diadakan refleksi terhadap kekurangan/kelemahan pada siklus 1 dan diterapkan pada siklus 2 maka terjadi peningkatan yang sangat baik pada siswa. Persentase keberanian bertanya pada siklus 2 mencapai 90,9 % dan menjawab 72,7 %. Dari 11 orang siswa hanya 1 orang yang belum mau bertanya, tetapi ada dua orang siswa yang bertanya sampai dua kali. Sedangkan untuk menjawab dari 11 orang siswa hanya 3 orang yang belum mau menjawab, tetapi ada satu orang yang dua kali menjawab dan satu orang yang tiga kali menjawab.

       Perolehan skor keterampilan siswa bertanya jawab dengan kelompok lain selama proses pembelajaran dengan metode role playing juga mengalami peningkatan. Pada siklus 1 keterampilan bertanya jawab untuk kelompok pertama 73,3 % dan kelompok kedua 66,6 %. Setelah siklus 2 dilaksanakan persentasenya meningkat, untuk kelompok pertama 80 % dan kelompok kedua 86,6 %. Selain itu penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di kelas VII SMP Negeri 2 Sekadau Hulu membuat proses pembelajaran  menjadi lebih menyenangkan, keakraban antara sesama siswa dan dengan guru semakin baik. Semua siswa terlihat gembira dan sangat antusias dalam bermain peran dan berdiskusi.

 

Saran

     Berdasarkan hasil penelitian bahwa dengan penerapan metode role playing dapat meningkatkan keberanian siswa untuk bertanya dan menjawab dalam Pendidikan Agama Kristen, maka peneliti menyarankan hal-hal  sebagai berikut:

1.   Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat menjadikan metode role playing sebagai suatu  alternatif dalam pembelajaran agama Kristen ataupun pada pelajaran yang lain sehingga proses pembelajaran semakin menyenangkan.

2.    Perlu adanya penelitian dan kajian lebih lanjut tentang metode role playing sehingga dapat lebih bermanfaat bagi peningkatan kulaitas pendidikan di Indonesia.

 

Referensi

 

Anggota IKAPI. 2020. Akitab.  Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi      Aksara.

Depdikbud. 1994. Garis-garis Besar Program Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Balitbang Dikbud.

Dharmasetia, B. 1965. Masa Remaja. Jakarta: Swada.

Gunarsa, Singgih. 1983. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hutabarat, Oditha R. 2004. Model-model Pembelajaran Aktif Pendidikan Agama   Kristen SD, SMP, SMA Berbasis Kompetensi. Bandung: Bina Media        Informasi.

Nasution, S. 2000. Didaktik Azaz-azaz Mengajar. Bandung: Jermnas.

Nasution. 2003. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian.  Jakarta: Ghalia.

Saptika, Andarini. & Amarulloh, Rizal. 2010. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Multazam, Mulia utama

Sidjabat, B.S. 2014. Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Yogyakarta: Yayasan Andi

Suharsimi Arikunto. 2009. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo     Persada.

Dunita Silalahi

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

4 komentar: